PELUANG DAN TANTANGAN PERBANKAN
SYARIAH
Oleh: Idris Parakkasi
Konsultan Ekonomi Syariah
Mobile 08124284913
Islam merupakan sistem hidup yang lengkap (kamil) dan sempurna (syamil)
sekaligus bersifat universal. Yang berlaku kepada seluruh ummat manusia bahkan
menjadi rahmat bagi seluruh alam (rahmatan
lil’alamin). Islam meliputi aqidah, syariah
dan ahlaq. Dari syariah dikembangkan menjadi ibadah dan muamalat.
Kerangka kegiatan muamalat secara garis besar dibagi atas 3 hal yaitu; politik,
sosial dan ekonomi. Dan dari
aktivitas ekonomi diturunkan menjadi aktivitas komsumsi, simpanan dan
investasi. Doktrin al-qur-an secara ekonomi dapat diartikan mendorong
terpupuknya surplus konsumen dalam bentuk simpanan, zakat, infaq dan sedekah
untuk dihimpun kemudian dipergunakan dalam membiayai investasi, baik
perdagangan (trade), produk (manufacture) dan jasa (service). Dalam konteks inilah kehadiran
lembaga keuangan syariah mutlak adanya (dharurah)
sebagai intermediate antara unit supply dengan unit demand. Perkembangan praktik lembaga keuangan syariah baik level
nasional maupun internasional telah memberikan gambaran bahwa sistem ekonomi
Islam mampu bersaing dan beradaptasi dalam mengatasi krisis ekonomi.
Perkembangan ekonomi Islam di Indonesia demikian cepat khususnya perbankan, asuransi,
BMT dan pasar modal. Jika tahun 1990-an jumlah kantor layanan perbankan syariah
masih belasan, maka tahun 2006 jumlah bank yang melaksanakan kegiatan usaha
berdasarkan prinsip syariah mengalami peningkatan, yaitu masing masing 3 bank
umum syariah (BUS) 20 unit usaha syariah
(UUS), sekitar 636 kantor kas dan
pembantu, 105 BPRS dan 4000-an BMT. Asset perbankan syariah hingga Desember
2006 sebesar Rp.26,72 triliun dimana tahun sebelumnya Rp. 20, 79 triliun (Republika /01/2007).
Dalam outlook perbankan syariah, bank
Indonesia memproyeksi pangsa pasar (market
share) perbankan syariah meningkat menjadi 2,84 persen pada akhir 2007 dan
5,25 persen pada akhir 2008. Hal tersebut dimungkinkan bila terjadi akselarasi
kebijakan dan program pengembangan perbankan syariah baik pemerintah, DPR, pelaku bisnis maupun masyarakat.
Prospek
Jumlah penduduk Muslim per Juli 2008, Indonesia
berada pada posisi teratas dalam banyaknya jumlah penduduk disusul kemudian
Pakistan dan India. Penduduk Muslim Indonesia diperkirakan berjumlah sekitar
204 juta jiwa, Pakistan 164 juta jiwa dan India 153 juta jiwa . Jumlah yang
cukup besar ini, dan dinamika pemahaman keislaman yang terus berkembang, serta
sistem ekonomi islam yang terbuka (kaffah
linnas) merupakan potensi dan
menjadi basis yang kuat untuk
perkembangan bank syariah di Indonesia
kedepan.
Pada sisi penyaluran dana, saat bank konvensional
kesulitan menyalurkan dananya ke kredit. Bank syariah justru mencatat
penyaluran dana pihak ketiga terhadap pembiayaan atau Loan to Deposit Ratio (LDR) mendekati angka
sempurna 100 persen. Hal ini terlihat dari LDR tahun 2005 yang mencapai 97,8
persen naik dari tahun 2004 sebesar 96,9 persen. Pembiayaan yang disalurkan
mencapai Rp. 15,23 triliun, sedang dana pihak ketigs (DPK) yang terkumpul Rp.
15,58 triliun
Untuk menunjang target pertumbuhan tahun 2006, Bank Indonesia (BI) juga akan
meningkatkan kerjasama dengan Dewan Syariah Nasional (DSN), Majelis Ulama
Indonesia (MUI) dan Pengawas Syariah. Upaya ini dilakukan untuk memperkuat
keyakinan masyarakat terhadap terjaminnya nilai syariah atas produk bank
syariah
Faktor Pendukung
Adapun faktor pendukung perkembangan perbankan
syariah di Indonesia
1.
Telah
lahirnya Undang-Undang No. 21 tahun 2008 tentang perbankan syariah
2.
Diterbitkannya
Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) atau sukuk pada Agustus 2008
3.
Beroperasinya
lembaga-lembaga pendidikan dan pelatihan Ekonomi syariah untuk mempersiapkan
sumber daya manusia yang handal di sektor keuangan syariah
4.
Beroperasinya
lembaga keuangan bagi hasil joint venture
dengan pemodal Timur tengah sehingga membuka peluang masuknya dana-dana
investasi dari Timur Tengah
5.
Pertumbuhan
indikator keuangan syariah di Indonesia tertinggi dibadingkan Negara lain. Hal ini menjadi motivasi bagi
pertumbuhan lembaga keuangan syariah yang pesat dimasa mendatang
6.
Adannya peluang melakukan
inovasi terhadap produk-produk syariah sehingga lebih menarik sesuai kebutuhan nasabah
7.
UU Nomor 21 tahun 2008
memberikan peluang bagi Unit Usaha
Syariah (USS) memisah (spin off)
menjadi bank umum syariah (BUS) bila asset USS sudah mencapai minimal 50 % dari
nilai asset bank Induk.
8.
Munculnya lembaga-lembaga
kajian tentang keuangan Islam serta dakwah yang dapat memudahkan sosialisasi
tentang keuangan syariah
Faktor Penghambat
Ada beberapa faktor penghambat perkembangan perbankan syariah di
Indonesai, diantaranya:
1.
Aturan investasi dan perpajakan
masih dinilaI mengganjal berkembangnya bisnis syariah
2.
Peraturan untuk iklim investasi
di industri syariah masih kurang fleksibel sehingga dapat menghambat investasi.
Berbeda seperti Malaysia, Jepang, Singapura, Cina aktif mengembangkan layanan
syariah
3.
Keterbatasan sumber daya
manusia yang memahami produk dan sistem syariah. Disektor perbankan syariah
saja masih membutuhkan tambahan sumber daya manusia 14.458 orang (tahun 2008
menyerap SDM 8.063 orang). Apabila pangsa pasar mencapai pertumbuhan 5 % maka
dibutuhkan sumber daya manusia sebanyak 22.521.
Dengan demikian masih kekurangan sekitar 14.458 orang yang mendorong bisnis
perbankan syariah. Ini baru industri perbankan belum bidang syariah lainnya.
4.
Pemahaman masyarakat terhadap
bank syariah belum optimal dan menyeluruh. Hal ini disebabkan karena
sosialisasi masih kurang untuk memaparkan keunggulan produk syariah
5.
Ada pandangan dari sebagian
masyarakat yang memandang bahwa pada umumnya sistem, kegiatan dan produk
perbankan syariah masih mengekor pada bank konvensional
6.
Masih ada kesan bahwa bank
syariah bersifat ekslusif khusus bagi orang muslim saja padahal sangat terbuka
untuk umum bahkan banyak bank syariah dikelola oleh non baik dalam negeri
maupun luar negeri
7.
Masih kurangnya modal yang
dimiliki perbankan syariah
8.
Infrastruktur perbankan syariah
yang belum memadai
9.
Lembaga arbitrase syariah
nasional bukan dibentuk oleh pemerintah tetapi dibentuk oleh MUI sehingga
kurang memilki legalitas yang mengikat.
Langkah-Langkah Membangun
Bank Syariah yang Mandiri, Unggul dan Komitmen dengan Syariah
1.
Meningkatkan sosialisasi bank
syariah dan komunikasi antar bank syariah dan lembaga-lembaga keuangan syariah
secara terbuka kepada seluruh kalangan
2.
Mengembangkan dan
menyempurnakan institusi-institusi keuangan syariah yang sudah ada baik sistem,
operasional maupun infrastruktur
3.
Melakukan kerjasama dengan
lembaga-lembaga keuangan syariah baik dalam negeri maupun luar negeri untuk
memperkuat ketahanan ekonomi syariah secara nasional
4.
Meningkatkan pelayanan
produk-produk bank syariah yang masih dianggap lamban dan kaku
5.
Meningkatkan dan menambah
kualitas SDM yang memiliki kualifikasi standar kompetensi dan wawasan ekonomi syariah yang handal
6.
Perlu dukungan yang optimal
dari pemerintah dalam mendorong pertumbuhan dan perkembangan lembaga keuangan
syariah melalui regulasi
7.
Dibutuhkan dukungan dan
komitmen kaum muslimin dan masyarakat secara umum bahwa perbankan syariah bukan
hanya sekedar semangat melaksanakan syariah untuk menjaga keberkahan hidup
tetapi dari sisi ekonomi perbankan syariah sangat prospek dan mendorong
pergerakan ekonomi secara sehat
Penutup
Bank syariah sebagai lembaga finansial yang memiliki misi (risalah) dan methodologi (manhaj)
yang khas (ekslusif) hendaknya
mendorong aktivitas bisnis yang dinamis dan adil baik untuk kegiatan penghimpunan dana maupun
kegiatan sektor riil dan investasi serta tetap harus konsisten (istiqomah) pada prinsip-prinsip syariah.
Olehnya itu dibutuhkan sikap optimis, profesionalisme, vitalitas, peran dan
dukungan untuk mencapai tujuan yang mulia, yaitu terbentuknya tatanan kehidupan
ekonomi yang dinamis, adil, sejahtera, aman dan diridhoi oleh Allah SWT. Wallahu’alam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar