Idris
Parakkasi
Konsultan
Ekonomi Syariah
APAKAH BUNGA BANK HARAM ?
Syariat Islam
merupakan aturan hidup yang
diturunkan oleh Allah SWT untuk mengatur seluruh aspek kehidupan
manusia agar manusia mendapatkan kebahagiaan dan keselamatan lahiriah dan
bathiniah didunia dan akhirat. Perintah yang diberikan kepada manusia untuk
menguji manusia sejauh mana ketaatannya serta rasa syukurnya kepada Allah SWT.
Subtansi perintah Allah pasti memberikan manfaat dan mashlahat serta kebahgiaan
bagi manusia. Sebaliknya segala yang dilarang pasti memberikan mudharat dan
kerusakan bagi kehidupan peradaban manusia. Jadi adanya perintah dan larangan bagi manusia hanyalah merupakan ujian bagi
manusia sebagai makhluk yang diciptakan
secara sempurna dan kecintaan Allah kepada hamba-hamba-Nya. Dalam bidang
muamalah salah satu hal yang harus dihindari adalah transaksi ribawi. Riba
merupakan salah satu biang kerok terhadap kerusakan dan ketidakmapanan ekonomi baik antar individu, kelompok maupun
antar Negara. Para filosof Yunani dan
Romawi sejak abad sebelum masehi telah mencela dan melarang pengambilan bunga.
Plato, Aristoteles, Cato dan Cicero mengutuk orang-orang Romawi yang
mempraktekkan pengambilan bunga. Plato beralasan bahwa pengambilan bunga
menyebabkan dua hal, pertama bunga
menyebabkan perpecahan dan perasaan tidak puas dalam masyarakat. Kedua bunga merupakan alat golongan kaya
untuk mengeksploitasi golongan miskin. Sedangkan Aristoteles mengatakan bahwa
fungsi uang adalah sebagai alat tukar dan menyebut bahwa bunga berasal dari
sesuatu yang tidak jelas keberadaannya. Kalangan Yahudi juga sangat melarang
mempraktikkan pengambilan bunga seperti dalam Kitab Exodus (Keluaran) pasal 22
ayat 25 menyatakan bahwa “jika engkau meminjamkan uang kepada salah seorang
ummat-Ku maka janganlah engkau bebankan bunga terhadapnya. Konsep bunga di
kalangan Kristen juga mengecam praktik pengambilan bunga sepert dalam
Lukas6:34-35 menyatakan “ Dan jikalau kamu meminjamkan sesuatu kepada orang
karena berharap akan menerima sesuatu
darinya, apakah jasamu? Orang-orang berdosa pun meminjamkan kepada orang
berdosa hanya menerima kembali sama banyak. Tetapi kamu, kasihilah musuhmu dan
berbuatlah baik kepada mereka dan pinjamkan dengan tidak mengharapkan balasan,
maka upahmu akan besar dan kamu akan menjadi anak Tuhan Yang Maha Tinggi”. Larangan Islam tentang
riba dalam Al-qur’an paling lengkap dan memiliki tahapan yang salah satu hikmahnya untuk menolak argumentasi orang-orang yang ingin
membenarkan pengambilan riba/bunga. Tahap pertama
menolak argumentasi bahwa pengambilan riba karena ada unsur membantu orang lain
yang juga mengambil manfaat dari pinjaman tersebut, padahal sesungguhnya riba
adalah suatu eksploitasi (QS.30:39). Kedua
bahwa riba hanya sesuatu yang buruk yang dalam keadaan tertentu dapat
dimaklumi (QS. 4:160-161). Ketiga menolak
argumentasi bahwa yang dilarang hanyalah riba yang berlipat ganda, padahal riba
kecenderungan selalu berlipat ganda meskipun awalnya hanya sedikit (QS. 3:130).
Keempat sebagai penegasan bagi
orang-orang beriman untuk menghentikan pengambilan riba secara total meskipun
sedikit atau sisa riba (QS. 2:278-279). Bahkan Rasulullah SAW mengingatkan bahwa Allah SWT melaknat orang yang makan
riba, memberi makan riba, penulisnya dan saksinya. Pada Hadis lain dikatakan
bahwa riba memiliki 73 cabang yang paling rendah adalah sama jikalau seseorang
menzinai ibunya sendiri.
Lalu bagaimana kajian filosofinya
sehingga riba itu dilarang dalam
pandangan syariah? Pengharaman riba dan kobolehan untuk berdagang dalam
Surah Al-Baqarah:275 bahwa Allah SWT menghalalkan keuntungan dari jual beli dan
mengharamkan riba, menggerakkan aktivitas finansial kearah bisnis dan transaksi
yang bersandarkan asset. Hal ini mengimplikasikan semua transaksi finansial harus merupakan
representasi dari transasksi riil atau penjualan barang, jasa atau manfaat.
Disamping itu Islam menentukan suatu standar moral/perilaku yang hampir
bersifat umum dalam semua masyarakat beradab didunia. Struktur keuangan Islam
berkisar pada larangan atas penghasilan apapun yang berasal dari pinjaman/utang. Riba yang secara
umum dikenal sebagai bunga adalah tambahan yang diambil sebagai premi dari
debitur. Ia mewakili tingkat pengembalian atas transaksi yang melibatkan
pertukaran uang dengan uang atau sebagai tambahan, karena adanya keterlambatan
dalam pembayaran atas harga yang telah disepakati dari jual beli utang piutang.
Syariah Islam telah mengharamkannya karena menimbulkan ketidakseimbangan dalam
perekonomian. Karena semua transasksi yang melibatkan pembayaran bunga dilarang
keras, kontrak /aqad utang tidak dapat dijual berdasarkan premi atau diskon,
dan transaksi pertukaran uang atau barang yang mempresentasekan uang seperti
emas dan perak harus seimbang dan dilakukan secara langsung. Pertukaran uang
sebagai bisnis harus dilakukan secara langsung, jika tidak seseorang bisa
mengambil manfaat dengan menggunakan uang/valuta yang ia dapatkan sementara ia
belum memberikan nilai tandingan yang seharusnya dinikmati orang lain. Dalam
konteks keuangan syariah pinjaman akan dianggap hanya sebagai transaksi moneter
atau finansial, dimana hanya uang yang berpindah tangan dengan suatu jaminan
pembayaran kembali sepenuhnya tanpa adanya imbalan bagi kreditur. Ia tidak akan
dianggap sebagai investasi. Investasi dalam konteks syariah bukan sekedar
transasksi finansial atau moneter dimana peralihan dana merupakan satu-satunya
aktivitas. Investasi dianggap hanya jika
menjadi bagian dari aktivitas riil atau ia sendiri merupakan aktivitas riil.
Oleh karena itu pembelian obligasi yang diterbitkan oleh pemerintah atau
korporasi atau penempatan deposito di bank konvensional dalam bentuk pinjaman
tidak dianggap sebagai investasi karena hanyalah transaksi finansial dan tidak
ada aktivitas riil yang terlibat didalamnya. Akan tetapi jika dananya digunakan
untuk membeli barang dan jasa riil, kemudian menjualnya pada suatu tingkat
keuntungan, penggunaan dana seperti ini akan diperlakukan sebagai investasi.
Namun penggunaan dana yang dipinjam berdasarkan bunga untuk membeli atau
membangun asset fisik bukan merupakan suatu aktifitas yang diperbolehkan.
Serupa dengan hal tersebut, pembelian dan penjualan dokumen finansial tidak
akan dianggap sebagai investasi karena tidak ada aktivitas riil oleh pemegang
yang terlibat dalam transaksi ini. Dengan kata lain pendapatan pinjaman
dilarang sementara pendapatan dari perdagangan dan investasi diperkenankan dan
diperbolehkan.
Implikasi
Bunga dalam aktivitas ekonomi.
Harta adalah
milik Allah secara mutlak, harta yang dimiliki manusia hanya merupakan amanah
untuk dikelola dengan baik sesuai aturan-Nya agar memberi manfaat yang
seluas-luasnya bagi kesejahteraan manusia untuk digunakan sebagai sarana
ibadah. Riba merupakan larangan dalam muamalah secara tegas dan terperinci yang
tentunya larangan ini memberikan efek yang buruk terhadap keseimbangan sosial
ekonomi masyarakat, bangsa dan Negara.
Beban ini dapat dilihat pada bank untuk membayar bunga dari tabungan dan
deposito yang harus dibayar secara pasti
tanpa memperhitungkan tingkat keuntungan dan resiko dari bank, sehingga sering
bank konvensional mengalami defisit pembayaran beban bunga (negatif
spread). Apalagi jika terjadi krisis
ekonomi (resesi ekonomi) suku bunga akan
semakin menggila sehingga tidak sedikit bank harus dilikuidasi karena beban
bunga. Beban bunga yang tinggi akan menyebabkan bank kesulitan memberikan kredit karena pasti bunga yang dijual harus lebih
tinggi dibanding suku bunga untuk penabung. Sehingga pengusaha kesulitan
meminjam kredit baik pengusaha besar apalagi usaha menengah dan kecil. Hal ini menyebabkan bank bunga kesulitan
memberikan kredit sehingga rata-rata LDR
bank konvensional dibawah 50 % selebihnya dipasar uang yang sarat dengan
spekulasi dan tidak ada hubungannya dengan sektor riil, dibanding bank syariah
rata-rata diatas 100%. Tentu ini akan berimplikasi terhadap pergerakan
perdagangan dan investasi. LDR yang tinggi terhadap pembiayaan perdaganagn dan
investasi akan dapat memacu kegiatan usaha dan sektor riil. Sehingga dapat
membuka kesempatan kerja, mengurangi tingkat pengangguran, meningkatkan
pendapatan dan kesejahteraan masyarakat serta mengentaskan kemiskinan.
Implikasi bunga terhadap beban Negara cukup signifikan, baik suku bunga SBI,
bunga obligasi maupun SUN mencapai puluhan Triliun bahkan ratusan triliun tiap
tahun sehingga kemungkinan Negara bisa mengalami defisit anggaran. Untuk menutupi
defisit anggaran Negara harus berutang
lagi, menaikkan harga minyak, listrik,
gas dll. Serta menjual asset yang strategis. Padahal jumlah beban bunga yang
besar itu jika digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan
pembangunan infrastruktur cukup signifikan. Bank tanpa bunga sebenarnya sangat menguntungkan bagi bank dan
pembiayaan usaha, karena bank tidak ada
beban dari tabungan/deposito, bank dapat fokus terhadap kegiatan
pembiayaan perdagangan/jasa dan investasi serta mendorong produktivitas bank
dan pengusaha. Dan Negara-negara maju sudah banyak berupaya untuk membuat
regulasi perbankan dengan bunga yang sangat rendah bahkan menuju bank tanpa
bunga (zero interest) seperti pada sistem bank syariah tanpa bunga tapi menggunakan pola
bagi hasil. Olehnya itu pengalaman krisis perbankan tahun 80-an dan baru-baru
ini kasus bank century untuk menyadarkan bagi kita semua tentang bahaya riba terhadap aktivitas keuangan dan
perbankan yang menyebabkan multi krisis terhadap kehidupan sosial ekonomi. Fatwa
tentang haramnya bunga yang telah dikeluarkan oleh Organisasi Konfrensi Islam Sedunia (OKI) tahun 1970, MUI tahun 1995 dan Majalis Tarjih
Muhammadiyah tahun 2010 seharusnya menyadarkan bagi kita bahwa fatwa
dikeluarkan bukan untuk menghambat aktivitas bisnis khususnya lembaga keuangan
dan perbankan tetapi justru akan banyak memberi
manfaat dan maslahat bagi seluruh stakeholder pelaku bisnis dan kegiatan
ekonomi secara umum. Wallahu A’lam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar