Hampir dapat dipastikan, tidak ada kesuksesan tanpa
sebuah prinsip. Betapapun rapinya suatu program, jika tanpa ada prinsip yang
dijadikan pedoman maka tidak akan dicapai hasil yang memuaskan. Bahkan boleh
jadi semuanya akan kacau tak terarah. Demikian halnya dengan program hidup
manusia, mutlak memerlukan prinsip yang diharapkan menjadi dasar dalam berbuat
untuk mencapai tujuan hidup yang diinginkan. Supaya semua itu dapat tercapai,
maka prinsip hidup yang telah diyakini harus senantiasa dijaga, dipelihara,
dilestarikan dan dipertahankan sampai akhir hayat manusia. Sebagai seorang
muslim yang taat, kita tidak boleh terlepas dari sebuah prinsip. Dan prinsip
hidup kita adalah sesuatu yang paling menentukan kebahagiaan hidup
dunia-akhirat. Ada tiga prinsip hidup muslim yang tercantum dalam QS. 2:218,
QS. 8:174 dan QS. 9:20 yaitu iman, hijrah dan jihad atau secara umum kita sebut
keyakinan, perubahan dan perjuangan. Ketiga prinsip hidup tersebut harus
berjalan serasi, sejalan dan seiring agar tujuan hidup manusia yaitu bahagia
dunian dan akhirat dapat tercapai Keyakinan adalah dasar untuk berjuang dalam
melakukan perubahan. Dan sangat mustahil ada perubahan tanpa perjuangan.
Demikian halnya, mustahil ada perjuangan tanpa ada keyakinan. Alloh swt
berfirman dalam QS. Ar-Ra’du:11 Sesungguhnya
Alloh tidak akan merubah keadaan suatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan
yang ada pada diri mereka sendiri Hijrah, sebagai salah satu prinsip hidup,
harus senantiasa kita maknai dengan benar. Secara bahasa hijrah berarti
meninggalkan. seseorang dikatakan hijrah jika telah memenuhi 2 syarat, yaitu pertama ada sesuatu yang ditinggalkan
dan kedua ada sesuatu yang
dituju (tujuan). Kedua-duanya harus dipenuhi oleh seorang yang berhijrah. Dalam realita sejarah hijrah senantiasa
dikaitkan dengan meninggalkan suatu tempat, yaitu adanya peristiwa hijrah Nabi
dan dan para sahabat meninggalkan tempat yang tidak kondusif untuk berdakwah.
Bahkan peristiwa hijrah itulah yang dijadikan dasar umat Islam sebagai
permulaan tahun Hijriyyah. Dalam suasana tahun baru Hijriyyah 1432 saat ini,
mari kita kembali meletakkan pemahaman yang benar tentang hijrah. Hijrah tidak
hanya berarti meninggalkan tempat tetapi juga berarti meninggalkan
sikap/perbuatan. Dari sikap/perbuatan yang tidak diridhoi Alloh menuju
sikap/perbuatan yang diridhoi Alloh swt. Secara maknawi hijrah dibedakan menjadi lima
macam, yaitu: Pertama, Hijrah
I’tiqodiyyah I’tiqodiyah atau keyakinan adalah sesuatu yang menjadi
penentu setiap amal kita. Tanpa sebuah keyakinan dalam setiap amal, niscaya
tidak akan sukses amal tersebut. Karena begitu pentingnya i’tiqodiyah yang
benar dalam diri kita, maka inilah
sesuatu yang pertama kali harus kita hijrahkan. Diakui atau tidak, selama hidup
ini, kita sering bersinggungan dengan keyakinan yang kurang benar, baik dalam
hal kesehatan, pekerjaan, reski, jodoh dan lain sebagainya. Dan terkadang tidak
banyak di antara kita yang menyadarinya padahal perbuatannya sudah mendekati
bahkan masuk dalam ruang kesyirikan. Anehnya bentuk-bentuk perbuatan yang
mendekati pengotoran keyakinan saat ini mulai dilegalkan. Dengan sedikit
memolesnya, seolah pelanggaran keyakinan tersebut menjadi tak masalah. Coba
kita lihat acara-acara TV, yg sudah secara vulgar mendukung bentuk pelanggaran keyakinan
tersebut, misalnya ramalan jodoh,
ramalan nasib, praktik perdukunan modern dsb. Hijrah i’tiqodiyah, menjadi
sebuah keharusan bagi setipa muslim, sehingga ia menjadi seorang muslim yang
sebenarnya, muslim yang memiliki salimul aqidah. Kedua, hijrah fikriyyah atau pola pemikiran.
Seiring perkembangan zaman, kemajuan teknologi dan derasnya arus informasi,
seolah dunia tanpa batas. Berbagai informasi dan pemikiran dari belahan bumi
bisa secara online kita akses. Sebenarnya tak jadi masalah selama informasi dan
pemikiran tersebut sejalan dengan Islam, karena hal itu justeru akan memperkaya
pemikiran keIslaman kita. Yang jadi
masalah adalah apabila pemikiran tersebut menyimpang dari ajaran Islam, dan
lebih parah lagi kita tak menyadarinya. maka tak diragukan lagi, pasti kita
akan terpengaruh olehnya. Dunia yang kita tempati saat ini, sebenarnya telah
menjadi medan perang yang kasat mata. Medan perang yang ada tapi tak disadari
keberadaannya oleh kebanyakan manusia. Genderang perang telah dipukul dalam
medan yang namanya “Ghoswul Fikr” (baca: Perang Pemikiran). Tak heran berbagai
pemikiran telah tersebar di medan perang tersebut laksana amunisi dari
senjata-senjata perenggut nyawa. Isu sekularisasi, kapitalisasi, liberalisasi,
pluralisasi, bahkan demokratisasi tanpa arah telah menyusup ke dalam
sendi-sendi dasar pemikiran kita yang murni. Ia menjadi virus ganas yang sulit
terdeteksi oleh kaca mata pemikiran Islam. Keberadaannya samar dan dipoles
dengan nilai-nilai yang seolah Islami. Munculnya Jaringan Islam Liberal tak
ayal, juga merupakan dampak virus ganas tersebut. Hijrah fikriyah menjadi
sangat penting mengingat kemungkinan besar pemikiran kita telah terserang virus
ganas tersebut. Mari kita kembali mengkaji pemikiran-pemikiran Islam yang
murni. Pemikiran yang telah disampaikan oleh Nabi Muhammad SAW, melalui para
sahabat, tabi’in, tabi’t tabi’in dan para generasi pengikut salaf. Ketiga, Hijrah Syu’uriyyah atau cita rasa, kesenangan, kesukaan dan
semisalnya, semua yang ada pada diri kita sering terpengaruhi oleh nilai-nilai
yang kurang Islami. Banyak hal seperti hiburan, musik, bacaan, gambar/hiasan,
pakaian, , idola, organisasi, dan banyak lagi, semua tak luput dari pengaruh
nilai-nilai di luar Islam. Kalau kita perhatikan, hiburan dan musik seorang
muslim tak jauh beda dengan hiburannya para penganut paham permisifisme dan
hedonisme, berbau hura-hura dan senang-senang belaka. Padahal tidak ada hiburan
seorang muslim yang lebih baik dari pada lantunan, tadabbur dan aplikasi dari ayat-ayat
Al-Qur’an. Apakah Bacaan yang sering dilupakan oleh seorang muslim? Jawabnya
tak lain adalah Al-Qur’an. Bagaimana mungkin, padahal ia tahu bahwa al-Qur’an
adalah petunjuk hidupnya yang akan menyelamatkannya dari kegelapan menuju
cahaya? Coba renungkan berapa lama Anda membaca Al-Qur’an dalam sehari? Coba
bandingkan dengan koran, majalah, gosip, berita di TV, di internet yang Anda
baca dalam sehari. Adilkah?. Mode pakaian juga tak kalah pentingnya untuk kita
hijrahkan. Hijrah dari pakaian gaya jahiliyah menuju pakaian Islami, yaitu
pakaian yang benar-benar mengedepankan fungsi bukan gaya. Apa fungsi pakaian?
Tak lain hanyalah untuk menutup aurat, bukan justeru memamerkan aurat. Ironis
memang, banyak diantara manusia berpakaian tapi aurat masih terbuka. Kata Nabi,
berpakaian tapi telanjang. Ada yang sudah tertutup tapi ketat dan transparan,
sehingga lekuk tubuhnya bahkan warna kulitnya terlihat. Dan masih banyak
model-model pakaian masa kini yang nyeleneh-nyeleneh. Keempat, Hijrah Sulukiyyah yaitu tingkah laku
atau kepribadian atau biasa disebut juga akhlaq. Dalam perjalanannya akhlaq dan
kepribadian manusia tidak terlepas dari degradasi dan pergeseran nilai.
Pergeseran dari kepribadian mulia (akhlaqul karimah) menuju kepribadian tercela
(akhlaqus sayyi’ah). Sehingga tidak aneh jika bermunculan berbagai tindak
amoral dan asusila di masyarakat. Pencurian, perampokan, pembunuhan, anarkis,
pelecehan, pemerkosaan, penghinaan, gosip dan penganiayaan seolah telah menjadi
biasa dalam masyarakat kita. Penipuan, korupsi, prostitusi, suap dan manipulasi
hampir bisa ditemui di mana-mana. Kelima,
hijrah amaliah adalah buah keyakinan, pemikiran dan cita rasa dalam Islam.
Setiap muslim harus memiliki komitmen untuk menerapkan nilai-nilai syariah
Islam baik yang terkait dengan ibadah maupun muamalah. Dalam muamalah mari kita
menegakkan ekonomi Islam yang kita yakini dapat menjadi solusi terhadap
keterpurukan dan kesenjangan ekonomi. Sehingga dapat mewujudkan tatanan ekonomi
yang berkeadilan, sejahtera, harmonis dan memberikan kebahagiaan dunia akhirat.
Begitu pula dalam bidang lain seperti bidang politik, pendidikan, sosial,
budaya, , militer dan lingkungan dengan berupaya menerapkan nilai-nilai Islam.
Oleh karena itu dalam momen hijrah ini mari kita melakukan evaluasi terhadap
masa yang telah kita lewati untuk
melakukan perubahan yang lebih baik dimasa yang akan datang agar kita tidak
termasuk orang yang merugi. Sesungguhnya orang yang beruntung adalah hari ini
lebih baik dari hari kemarin dan hari esok harus lebih hebat dibandingkan hari
ini. Kesuksesan hanya dapat dicapai dengan perubahan dan perubahan memerlukan perjuangan. Wallahu
‘Alam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar