Minggu, 06 Mei 2012

KEDUDUKAN HARTA DALAM ISLAM



 

KEDUDUKAN HARTA DALAM ISLAM
By. Idris Parakkasi
Konsultan Ekonomi Syariah


 Adalah fitrah manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya baik secara lahiriyah maupun batiniah. Hal ini mendorong manusia untuk senantiasa berupaya memperoleh segala sesuatu yang menjadi kebutuhannya. Pemenuhan kebutuhan lahiriyah identik dengan terpenuhinya kebutuhan dasar (basic needs) berupa sandang, pangan dan papan. Tapi manusia tidak berhenti sampai disitu, bahkan cenderung terus berkembang kebutuhan-kebutuhan lain yang ingin dipenuhi. Segala kebutuhan itu seolah-olah bisa terselesaikan dengan dikumpulkannya Harta sebanyak-banyaknya. Maka apa sebenarnya hakekat harta dan bagaimana pandangannya dalam Islam?
A. PENGERTIAN HARTA
Istilah harta, atau al-mal dalam al-Qur’an maupun Sunnah tidak dibatasi dalam ruang lingkup makna tertentu, sehingga pengertian al-Maal sangat luas dan selalu berkembang.
Kriteria harta menurut para ahli fiqh terdiri atas : pertama,memiliki unsur nilai ekonomis.Kedua, unsur manfaat atau jasa yang diperoleh dari suatu barang.
Nilai ekonomis dan manfaat yang menjadi kriteria harta ditentukan berdasarkan urf (kebiasaan/ adat) yang berlaku di tengah masyarakat.As-Suyuti berpendapat bahwa istilah Mal hanya untuk barang yang memiliki nilai ekonomis, dapat diperjualbelikan, dan dikenakan ganti rugi bagi yang merusak atau melenyapkannya.
Dengan demikian tempat bergantungnya status al-mal terletak pada nilai ekonomis (al-qimah) suatu barang berdasarkan urf. Besar kecilnya al-qimah dalam harta tergantung pada besar kecilnya manfaat suatu barang. Faktor manfaat menjadi patokan dalam menetapkan nilai ekonomis suatu barang. Maka manfaat suatu barang menjadi tujuan dari semua jenis harta.


B. PANDANGAN ISLAM   MENGENAI  HARTA
Pandangan Islam mengenai harta dapat diuraikan sebagai berikut:
Pertama, Pemiliki Mutlak terhadap segala sesuatu yang ada di muka bumi ini adalah ALLAH SWT. Kepemilikan oleh manusia bersifat relatif, sebatas untuk melaksanakan amanah mengelola dan memanfaatkan sesuai dengan ketentuanNya (QS al_Hadiid: 7). Dalam sebuah Hadits riwayat Abu Daud, Rasulullah bersabda:
Seseorang pada Hari Akhir nanti pasti akan ditanya tentang empat hal: usianya untuk apa dihabiskan, jasmaninya untuk apa dipergunakan, hartanya darimana didapatkan dan untuk apa dipergunakan, serta ilmunya untuk apa dipergunakan’’.
Kedua, status harta yang dimiliki manusia adlah sebagai berikut :
1.   Harta sebagai amanah (titipan) dari Allah SWT. Manusia hanyalah pemegang amanah karena   
     memang tidak mampu mengadakan benda dari tiada.
2. Harta sebagai perhiasan hidup yang memungkinkan manusia bisa menikmatinya dengan baik dan tidak berlebih-lebihan ( Ali Imran: 14). Sebagai perhiasan hidup harta sering menyebabkan keangkuhan, kesombongan serta kebanggaan diri.(Al-Alaq: 6-7).
3. Harta sebgai ujian keimanan. Hal ini menyangkut soal cara mendapatkan dan                  memanfaatkannya, apakah sesuai dengan ajaran Islam atau tidak (al-Anfal: 28)
4. harta sebagai bekal ibadah, yakni untuk melaksankan perintahNyadan melaksanakan muamalah si antara sesama manusia, melalui zakat, infak, dan sedekah.(at-Taubah :41,60; Ali Imran:133-134).
Ketiga, Pemilikan harta dapat dilakukan melalui usaha (‘amal) ataua mata pencaharian (Ma’isyah) yang halal dan sesuai dengan aturanNya. (al-Baqarah:267)
‘’Sesungguhnya Allah mencintai hambaNya yang bekerja. Barangsiapa yang bekerja keras mencari nafkah yang halal untk keluarganya maka sama dengan mujahid di jalan Allah’’ (HR Ahmad).
‘’Mencari rezki yang halal adalah wajib setelah kewajiban yang lain’’(HR Thabrani)
‘’jika telah melakukan sholat subuh janganlah kalian tidur, maka kalian tidak akan sempat mencari rezki’’ (HR Thabrani).
Keempat, dilarang mencari harta , berusaha atau bekerja yang melupakan mati (at-Takatsur:1-2), melupakan Zikrullah/mengingat ALLAH (al-Munafiqun:9), melupakan sholat dan zakat (an-Nuur: 37), dan memusatkan kekayaan hanya pada sekelompok orang kaya saja (al-Hasyr: 7)
Kelima: dilarang menempuh usaha yang haram, seperti melalui kegiatan riba (al-Baqarah: 273-281), perjudian, jual beli barang yang haram (al-maidah :90-91), mencuri merampok (al-Maidah :38), curang dalam takaran dan timbangan (al-Muthaffifin: 1-6), melalui cara-cara yang batil dan merugikan (al-Baqarah:188), dan melalui suap menyuap (HR Imam Ahmad).
C. KEPEMILIKAN HARTA
Di atas telah disinggung bahwa Pemilik Mutlak adalah Allah SWT. Penisbatan kepemilikan kepada Allah mengandung tujuan sebagai jaminan emosional agar harta diarahkan untuk kepentingan manusia yang selaras dengan tujuan penciptaan harta itu sendiri.
Namun demikian, Islam mengakui kepemilikan individu, dengan satu konsep khusus, yakni konsep khilafah. Bahwa manusia adalah khalifah di muka bumi yang diberi kekuasaan dalam mengelola dan memanfaatkan segala isi bumi dengan syarat sesuai dengan segala aturan dari Pencipta harta itu sendiri.
Harta dinyatakan sebagai milik manusia, sebagai hasil usahanya. Al-Qur’an menggunakan istilah al-milku dan al-kasbu (QS 111:2) untuk menunjukkan kepemilikan individu ini. Dengan pengakuan hak milik perseorangan ini, Islam juga menjamin keselamatan harta dan perlindungan harta secara hukum.
Islam juga mengakui kepemilikan bersama (syrkah) dan kepemilikan negara. Kepemilikan bersama diakui pada bentuk-bentuk kerjasama antar manusia yang bermanfaat bagi kedua belah pihak dan atas kerelaan bersama. Kepemilikan Negara diakui pada asset-asset penting (terutama Sumber Daya Alam) yang pengelolaannya atau pemanfaatannya dapat mempengaruhi kehidupan bangsa secara keseluruhan.


D. METODE MEMPEROLEH DAN MEMBELANJAKAN HARTA
Untuk memperoleh harta dapat ditempuh dengan beberapa cara dengan prinsip sukarela, menarik manfaat dan menghindarkan mudarat bagi kehidupan manusia, memelihara nilai-nilai keadilan dan tolong menolong serta dalam batas-batas yang diizinkan syara’(hukum ALLAH)
Di antara cara memperoleh harta dapat disebutkan yang terpenting:
a. Menguasai benda-benda mubah yang belum menjadi milik seorang pun.
b. Perjanjian-perjanjian hak milik seperti jual-beli, hibah (pemberian/.hadiah), dan wasiat
c. Warisan sesuai dengan aturan Islam
d. Syuf’ah, hak membeli dengan paksa atas harta persekutuan yang dijual kepada orang lain tanpa izin para anggota persekutuan yang lain.
e. Iqtha, pemberian dari pemerintah
f. Hak-hak keagamaan seperti bagian zakat, bagi ‘amil, nafkah istri, anak, dan orang tua.
Cara memperoleh harta yang dilarang ialah yang bertentangan dengan prinsip-prinsip tersebut di atas, yaitu memperoleh harta dengan cara-cara yang mengandung unsur paksaan dan tipuan yang bertentanga dengan prinsip sukarela, seperti merampas harta orang lain, menjual barang palsu, mengurangi ukuran dan timbangan, dan sebagainya. Kemudian memperoleh hartanya dengan cara yang justru mendatangkan mudharat/keburukan dalam kehidupan masyarakat, seperti jual beli ganja, perjudian, minuman keras, prostitusi,dan lain sebagainya. Atau memperoleh harta dengan jalan yang bertentangan dengan nilai keadilan dan tolong menolong, seperti riba, meminta balas jasa tidak seimbang dengan jasa yang diberikan. Juga menjual barang dengan harga jauh lebih tinggi dari harga yang sebenarnya, atau bisa dikatakan mengambil kesempatan dalam kesempitan.
Mengenai pembelanjaan harta, Islam mengajarkan agar membelanjakn hartanya mula-mula untuk mencukupkan kebutuhan dirinya sendiri, lalu untuk memenuhi kebutuhan keluarga yang menjadi tanggungannya, barulah memenuhi kebutuhan masyarakat. Dalam pemenuhan kebutuhan ini, Islam mengharamkan bermegah-megah dan berlebih-lebihan (Israf dan mubazir). Karena sifat ini cenderung kepada penumpukan harta yang membekukan fungsi ekonomis dari harta tersebut.
Untuk itulah pada satu takaran tertentu harta dikenai wajib zakat. Zakat merupakan implementasi pemenuhan hak masyarakat dan upaya memberdayakan harta pada fungsi ekonomisnya.
Ringkasnya, aturan dalam memperoleh harta dan membelanjakan harta, didasarkan pada prinsip-prinsip sebagai berikut:
1. Prinsip Sirkulasi dan perputaran. Artinya harta memiliki fungsi ekonomis yang harus senantiasa diberdayakan agar aktifitas ekonomi berjalan sehat. Maka harta harus berputar dan bergerak di kalangan masyarakat baik dalam bentuk konsumsi atau investasi.sarana yang diterapkan oleh syari’at untuk merealisasikan prinsip ini adalah dengan larangan menumpuk harta, monopoli terutama pada kebutuhan pokok, larangan riba, berjudi, menipu.
2. Prinsip jauhi konflik. Artinya harta jangan sampai menjadi konflik antar sesama manusia. Untuk itu diperintahkan aturan dokumentasi, pencatatan/akuntansi, al-isyhad/saksi, jaminan (rahn/gadai).
3. Prinsip Keadilan. Prinsip keadilan dimaksudkan untuk meminimalisasi kesenjangan sosial yang ada akibat perbedaan kepemilikan harta secara individu. Terdapat dua metode untuk merealisasikan keadilan dalam harta yaitu perintah untuk zakat infak shadaqah, dan larangan terhadap penghamburan (Israf/mubazir).
METODE MERAIH HARTA DALAM ISLAM

  Sebagaimana telah dijelaskan diatas bahwa Allah adalah pemilik segala yang ada. Tidaklah harta kekayaan yang ada di tangan manusia melainkan hanya titipan Allah.swt. Dialah pemilik kerajaan langit dan bumi. Sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur’an :
تؤتى الملك من تشاء و تنزع الملك ممن تشاء
Artinya: Engkau memberi kerajaan kepada siapa yang engkau kehendaki dan mencabut kerajaan dari siapa yang engkau kehendaki.
Mencermati makna ayat diatas maka jelaslah bahwa walau manusia memiliki harta yang melimpah,dan berbagai macam perhiasan dari emas dan perak,tidaklah semuanya melainkan hanya milik Allah.swt yang dianugerahkan kepada hambanya. Banyak ayat lain yang menjelaskan tentang hal ini.

واتو هم من مال الله الذى اتا كم  

  Artinya: Dan berikanlah kepada mereka sebagian dari harta Allah yang telah dianugerahkan kepada kalian.
Di ayat lain allah berfirman:
كلوا من طيبات ما رزقنا كم ولا تطغوا فيه فيحل عليكم غضبى ومن يحلل عليه غضبى فقد هوى
Artinya: Makanlah diantara rizki yang baik yang telah kami berikan kepadamu, dan janganlah melampaui batas padanya, yang menyebabkan kemurkaanku menimpamu,sesungguhnya barang siapa ditimpa oleh kemurkaanku maka binasalah ia.
 Islam telah menggambarkan jalan yang suci dan lurus bagi umatnya guna memperoleh harta yang halal dan baik. Dibawah ini disebutkan beberapa cara meraih harta dalam islam:

1 .  Meraih harta secara langsung dari hasil keringatnya sendiri

 Inilah yang sering di puji oleh Islam. Yaitu meraih harta dari jerih payah keringatnya sendiri selama hal itu berada pada koridor yang telah ditentukan oleh Allah.swt. ini adalah cara meraih harta yang paling mulia dalam Islam. Sebagaimana dikatakan oleh Rasulullah.saw ketika ditanya oleh seseorang tentang kedudukan harta yang paling mulia:
اي الكسب اطيب؟قال:عمل الرجل بيده,وكل بيع مبرور.
Artinya: harta apakah yang paling mulia? Rasul berkata; harta seseorang yang dihasilkan dari jerih payah kedua tangannya,dan segala jual beli yang barokah.
Islam adalah satu-satunya agama samawi yang memuliakan pekerjaan bahkan memposisikan pekerjaan sebagai ibadah disisi-Nya. menjadikannya asas dari kebaikan didunia dan akhirat. Banyak ayat dalam al-qur’an dan hadist yang menjelaskan tentang kemuliaan pekerjaan:
Pada surat Al-Mulk ayat:15 Allah memerintahkan kita untuk berjalan di muka bumi guna meraih kehidupan:
هو الذى جعل لكم الارض ذلولا فامشوا فى مناكبها وكلو من رزقه,واليه النشور
Artinya: “Dialah yang menjadikan bumi itu mudah buat kamu, maka berjalanlah di segala penjurunya dan makanlah sebagian dari rezeki-Mu. Dan hanya kepadaNya kamu kembali (setelah) dibangkitkan. 
Dalam surat Al-Muzammil ayat:20  “Allah menjelaskan bahwa mencari kehidupan dengan cara bekerja setara kedudukannya dengan berjihad di jalan Allah:

واخرون يضربون فى الارض يبتغون من فضل الله,واخرون يقاتلون فى سبيل الله
Artinya: “Dan orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia Allah, dan orang yang lain lagi berperang di jalan Allah”.
Begitu juga dalam hadist Rasulullah bersabda:
ما اكل احد طعاما قط خيرا من ان ياكل من عمل يده,و ان نبي الله داود كان ياكل من عمل يده
Artinya: tidaklah ada yang lebih baik dari apa yang di makan oleh seseorang dari hasil jerih payah tangannya sendiri. Dan sesungguhnya Nabi Daud.AS makan dari hasil kedua tangannya.

2. Harta warisan

Dalam islam harta warisan adalah salah satu jalan yang diperbolehkan guna meraih harta kekayaan. Ini disebut meraih harta secara tidak langsung. Dalam artian si-penerima harta,tidaklah bersusah payah mendapatkannya. Karena itu adalah peninggalan si-mayyit.(ayah atau keluarga dekatnya).
Merupakan suatu metode yang sangat luar biasa, bahwa dalam islam, apa yang ditinggalkan oleh si-mayyit dari harta dan benda adalah menjadi hak milik anak-anak dan keluarga dekatnya. Dibagikan secara adil kepada mereka sesuai dengan apa yang diajarkan oleh islam.
Pada kesempatan kali ini kita tidak akan membahas masalah hukum waris secara mendalam. Tetapi ada baiknya sedikit digambarkan tentang hikmah adanya hukum waris dan asas pembagian harta waris secara adil dalam islam.
Antara manusia dan harta yang ia miliki mempunyai hubungan,yang dengannya si-pemilik harta bisa bertindak sesuai dengan kehendaknya selama tidak melanggar hak orang lain. Inilah yang disebut dengan kepemilikan. Yaitu memiliki wewenangan untuk bertindak dari apa yang ia miliki. Tetapi ketika hubungan yang mengikat antara si-pemilik harta dengan harta yang ia miliki terputus disebabkan wafatnya si-pemilik,maka harus ada pemilik baru yang menggantikan wewenang kepemilikan harta yang ia miliki. Dan islam menjadikan orang yang paling dekat hubungannya dengan si-mayyit yang menerima wewenang dalam kepemilikan harta si-mayyit. Ini sesuai dengan fitrah manusia. Dalam hal ini yang paling dekat adalah anak dan keluarga terdekat.

1 komentar: