By. Idris
Parakkasi
Konsultan Ekonomi
Syariah
Forex atau valuta asing (valas) yang dalam ekonomi Islam disebut
dengan Sharf, yaitu jual beli atau tukar menukar mata uang asing. Tukar menukar
mata uang ini sangat dibutuhkan untuk memudahkan dalam melakukan transaksi
barang ataupun jasa. Islam merupakan sistem hidup senantiasa memberikan
kemudahan bagi pemeluknya untuk memenuhi kebutuhannya yang menjadi ciri khas
dalam Islam. Secara umum asal dari muamalah adalah boleh sehingga ini tentunya
akan menjadi peluang bagi manusia untuk pengembangan bisnis selama tidak
melanggar aturan-aturan agama. Larangan tersebut bukan untuk menyulitkan
manusia tetapi untuk mencegah kemudharatan akibat pelanggaran tersbut. Valuta asing
sekarang ini bukan hanya sekedar untuk tukar menukar mata uang untuk kebutuhan
transaksi dan berjaga-jaga tetapi sudah menjadi ladang bisnis untuk meraih
keuntungan bahkan sudah mengarah kepada model spekulasi.
Menurut Fatwa DSN Nomor: 28/DSN-MUI/III/2002, menyatakan bahwa
transaksi jual beli mata uang pada prinsipnya boleh, dengan
ketentuan sebagai berikut:
a. Tidak untuk spekulasi (untung-untungan)
b. Ada kebutuhan transaksi atau untuk berjaga-jaga (simpanan)
c. Apabila transaksi dilakukan terhadap mata uang sejenis maka nilainya harus sama dan secara tunai (attaqabudh).
d. Apabila berlainan jenis maka harus dilakukan dengan nilai tukar (kurs) yang berlaku pada saat transaksi dilakukan dan secara tunai.
a. Tidak untuk spekulasi (untung-untungan)
b. Ada kebutuhan transaksi atau untuk berjaga-jaga (simpanan)
c. Apabila transaksi dilakukan terhadap mata uang sejenis maka nilainya harus sama dan secara tunai (attaqabudh).
d. Apabila berlainan jenis maka harus dilakukan dengan nilai tukar (kurs) yang berlaku pada saat transaksi dilakukan dan secara tunai.
Adapun ada beberapa jenis Transaksi Valuta Asing:
a. Transaksi Spot, yaitu transaksi pembelian dan
penjualan valuta asing (valas) untuk penyerahan pada saat itu (over the
counter) atau penyelesaiannya paling lambat dalam jangka waktu dua hari. Hukumnya
adalah boleh, karena dianggap tunai, sedangkan waktu dua hari dianggap
sebagai proses penyelesaian yang tidak bisa dihindari dan merupakan transaksi
internasional.
b. Transaksi Forward, yaitu transaksi pembelian dan
penjualan valas yang nilainya ditetapkan pada saat sekarang dan diberlakukan
untuk waktu yang akan datang, antara 2 x 24 jam sampai dengan satu tahun.Hukumnya
adalah haram, karena harga yang digunakan adalah harga yang diperjanjikan
(muwa'adah) dan penyerahannya dilakukan di kemudian hari, padahal harga pada
waktu penyerahan tersebut belum tentu sama dengan nilai yang disepakati,
kecuali dilakukan dalam bentuk forward agreement untuk kebutuhan yang tidak
dapat dihindari (lil hajah).
c. Transaksi Swap, yaitu suatu kontrak pembelian atau
penjualan valas dengan harga spot yang dikombinasikan dengan pembelian antara
penjualan valas yang sama dengan harga forward. Hukumnya haram,
karena mengandung unsur maisir (spekulasi).
d. Transaksi Option, yaitu kontrak untuk memperoleh hak
dalam rangka membeli atau hak untuk menjual yang tidak harus dilakukan atas
sejumlah unit valuta asing pada harga dan jangka waktu atau tanggal akhir
tertentu. Hukumnya haram, karena mengandung unsur maisir
(spekulasi).
Saham Syariah?
Menurut Fatwa DSN MUI, NO: 40/DSN-MUI/X/2003, Saham Syariah adalah
bukti kepemilikan atas suatu perusahaan yang memenuhi kriteria sebagaimana tercantum
dalam kriteria berikut:
1. Jenis usaha, produk barang, jasa yang diberikan dan akad serta
cara pengelolaan perusahaan Emiten atau Perusahaan Publik yang menerbitkan Efek
Syariah tidak boleh bertentangan dengan Prinsip-prinsip Syariah.
2.
Jenis kegiatan usaha yang bertentangan dengan Prinsip-prinsip Syariah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 angka 1 di atas, antara lain:
a. perjudian dan permainan yang tergolong judi atau perdagangan yang dilarang;
b. lembaga keuangan konvensional (ribawi), termasuk perbankan dan asuransi
a. perjudian dan permainan yang tergolong judi atau perdagangan yang dilarang;
b. lembaga keuangan konvensional (ribawi), termasuk perbankan dan asuransi
konvensional;
c. produsen, distributor, serta pedagang makanan dan minuman yang haram; dan
d. produsen, distributor, dan/atau penyedia barang-barang ataupun jasa yang merusak
c. produsen, distributor, serta pedagang makanan dan minuman yang haram; dan
d. produsen, distributor, dan/atau penyedia barang-barang ataupun jasa yang merusak
moral dan bersifat
mudarat.
e. melakukan investasi
pada Emiten (perusahaan) yang pada saat transaksi tingkat (nisbah) hutang perusahaan kepada lembaga keuangan
ribawi lebih dominan dari modalnya
3. Emiten atau Perusahaan Publik yang bermaksud menerbitkan Efek
Syariah wajib untuk menandatangani dan memenuhi ketentuan akad yang sesuai
dengan syariah atas Efek Syariah yang dikeluarkan.
4. Emiten atau Perusahaan Publik yang menerbitkan Efek Syariah
wajib menjamin bahwa kegiatan usahanya memenuhi Prinsip-prinsip Syariah dan
memiliki Shariah Compliance Officer.
5. Dalam hal Emiten atau Perusahaan Publik yang menerbitkan Efek
Syariah sewaktu-waktu tidak memenuhi persyaratan tersebut di atas, maka Efek
yang diterbitkan dengan sendirinya sudah bukan sebagai Efek Syariah.
Transaksi yang dilarang:
Transaksi yang dilarang:
1. Pelaksanaan transaksi harus dilakukan menurut prinsip
kehati-hatian serta tidak diperbolehkan melakukan spekulasi dan manipulasi yang
di dalamnya mengandung unsur dharar, gharar, riba, maisir, risywah, maksiat dan
kezhaliman.
2. Transaksi yang mengandung unsur dharar, gharar, riba, maisir,
risywah, maksiat dan kezhaliman sebagaimana dimaksud ayat 1 di atas meliputi:
a. Najsy, yaitu melakukan penawaran palsu;
a. Najsy, yaitu melakukan penawaran palsu;
b. Bai’ al-ma’dum, yaitu melakukan penjualan atas barang (Efek
Syariah) yang belum dimiliki (short selling);
c. Insider trading, yaitu memakai informasi orang dalam untuk
memperoleh keuntungan atas transaksi yang dilarang;
d. Menimbulkan informasi yang menyesatkan;
e. Margin trading, yaitu melakukan transaksi atas Efek Syariah
dengan fasilitas pinjaman berbasis bunga atas kewajiban penyelesaian pembelian
Efek Syariah tersebut; dan
f. Ihtikar (penimbunan), yaitu melakukan pembelian atau dan
pengumpulan suatu Efek Syariah untuk menyebabkan perubahan harga Efek Syariah,
dengan tujuan mempengaruhi Pihak lain;
g. Dan transaksi-transaksi lain yang mengandung unsur-unsur diatas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar